Inilah TOR Kongres HMI XXVIII, Pekanbaru, 14-19 Juni 2011

Header Halaman Destop

Banner Iklan Sariksa

Inilah TOR Kongres HMI XXVIII, Pekanbaru, 14-19 Juni 2011

Kamis, 17 Maret 2011
Kongres HMI ke-28 tidak lama lagi akan diselenggarakan. Tepatnya pada tanggal 14-19 Juni 2001 perhelatan akbar keluarga besar HMI tersebut akan diselenggarakan di Pekanbaru, Riau. PB HMI mengajak semua elemen di HMI untuk mepersiapkan diri membahas draft-draft konstitusi yang akan diusulkan pada kongres nanti. Tema kongres kali ini adalah "Mengokohkan Peran Kekaderan dan Kejuangan HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil dan Beradab". Berikut adalah term of refference (ToR) Kongres HMI VXVIII:

Kongres HMI XXVII
Pekanbaru, 14-19 Juni 2011
Tema:
Mengokohkan Peran Kekaderan dan Kejuangan HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil dan Beradab
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah berkiprah selama 64 tahun (1947-2011), dan telah menjadi bagian kultural, sosial, dan historis bangsa Indonesia. HMI merupakan salah satu dari elemen anak bangsa yang memiliki peran besar dalam menata dan memajukan pembangunan negeri ini. Sebagai organisasi kemahasiswaan terbesar, HMI telah berpartisipasi aktif dan menjadi pelopor dalam setiap fase pembangunan dan geliat perubahan bangsa ini. Peran kepeloporan HMI tersebut sesungguhnya merupakan kewajiban sosiologis dan ideologis organisasi.

HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang berbasis pada ajaran Islam yang bercirikan rahmatan lil alamin. Misi yang diemban oleh HMI adalah misi keislaman yang luhur. Masyarakat yang dicita-citakan oleh HMI adalah masyarakat yang baldhotun thoyyibatun warobbun ghofur. Bagi HMI, Islam tidak sekadar sebagai identitas simbolik belaka, melainkan sebagai spirit dan sumber nilai.
Indonesia yang Adil dan Beradab
HMI tidak bisa dilepaskan sama sekali dari perjalanan sejarah Indonesia, terutama pasca proklamasi kemerdekaan. Indonesia merupakan rumah bagi HMI untuk mengabdi dan berjuang mewujudkan suatu peradaban bangsa yang tinggi, luhur, dan bermartabat. Ketika terjadi agresi militer Belanda kedua, HMI bahkan turut mengangkat senjata mengusir penjajah. Sewaktu kolonialisme bersenjata itu berakhir, maka HMI berjuang membela bangsa melalui sikap-sikapnya yang kritis, sumbangsih pemikiran, pembinaan di kalangan kaum muda, gerakan sosial-kemahasiswaan, pembelaan terhadap kaum mustadh’afien, dan sebagainya. Pada saat Pancasila sebagai ideologi negara hendak disingkirkan oleh pihak-pihak tertentu di penghujung Orde Lama, maka HMI tampil di depan melakukan pembelaan atas Pancasila. Namun, ketika Pancasila oleh Orde Baru hendak ditunggangi untuk melegitimasi perilaku pemerintah yang otoriter dan korup, maka lagi-lagi HMI tampil paling depan melakukan kritik dan penentangan. Di sinilah dapat kita lihat bahwa HMI adalah pembela yang konsisten atas NKRI dan Pancasila sebagai ideologi negara.

Hengkangnya Belanda atau Jepang dari Bumi Nusantara, tidak serta-merta berarti terhapusnya praktek kolonialisme di negeri ini. Kolonialisme itu tetap berlanjut, sekalipun tanpa letusan senjata lagi. Inilah yang dinamakan Bung Karno sebagai “neokolonialisme”. Bentuk rupa neokolonialisme itu bermacam-macam, mulai dari jeratan utang luar negeri, operasi perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam kita tanpa kontrol, merajalelanya korupsi oleh karena skenario pembiaran oleh asing, spekulasi-spekulasi ekonomi moneter yang menguntungkan pihak luar, dan masih banyak lagi. Di tengah praktek neokolonialisme itu, HMI senantiasa berada di barisan paling depan membela kepentingan rakyat dan bangsa. HMI tidak pernah tinggal diam melihat itu semua.

Berkuasanya ekonomi neoliberal dan perilaku pejabat pemerintah yang koruptif, membuat kehidupan rakyat kecil menjadi semakin sengsara. Transaksi politik untuk kepentingan elite, serta penyelenggaraan negara yang tidak becus, membuat rakyat kecil terbenam semakin jauh di dalam kubangan kemiskinan. Kenyataan kemiskinan tersebut bukan karena suatu kejadian alamiah, melainkan nampak seperti sebuah upaya pemiskinan secara sistemik. Ya! Bangsa ini memiliki kandungan tanah yang kaya, alam yang subur untuk pertanian, hutan yang luas, lautan yang isinya melimpah, namun sayang, semua itu tidak juga mampu mengangkat perekonomian rakyat. Belakangan ini, kita memang mengalami pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan, namun pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, sementara sebagian besar yang lain tetap saja menderita. Angka kemiskinan di pedesaan semakin hari semakin sulit dikendalikan. Kriminalitas di kota-kota juga semakin rumit karena faktor ekonomis.

Sebagai bagian dari warga bangsa ini, HMI sungguh sangat prihatin, dan setiap saat menyerukan adanya perubahan dan perbaikan kehidupan rakyat, utamanya mereka yang lemah dan terpinggirkan. HMI selalu mengingatkan pemerintah untuk membawa negeri ini sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa, amanat UUD 1945, serta nilai-nilai Pancasila.
HMI di Pentas Internasional

Neokolonialisme tidak hanya berlangsung di Indonesia, tetapi juga di seluruh belahan dunia. Pelaku utama dari neokolonialisme itu adalah negara-negara superpower yang berkoalisi dengan perusahaan-perusahaan raksasa multinasional (TNCs/MNCs). Mereka bahu-membahu menghisap kekayaan negara-negara yang lemah tak berdaya. Konflik dan peperangan saudara yang setiap saat berlangsung di dunia, juga merupakan rangkaian dari agenda neokolonialisme itu. Terpilihnya pemimpin-pemimpin negara yang pro-neolib dan korup, juga merupakan skenario dari upaya neokolonialisme tersebut. Demokrasi yang ultra-liberal yang coba dipaksakan Barat (yang berujung kacau-balau), ditambah korupsi yang akut di negara bersangkutan, membuat negara-negara dunia ketiga semakin gaduh secara politik, dan tertinggal secara ekonomi. Kegaduhan dan ketertinggalan itulah yang pada gilirannya dimanfaatkan oleh para adidaya dan raksasa untuk terus mengontrol, menghisap, dan mengekspolitasi.
HMI tidak hanya meletakkan dirinya sebagai warga Indonesia, melainkan juga sebagai warga dunia. HMI tidak semata sebagai anggota masyarakat suatu negara (bernama Indonesia), tetapi juga merupakan bagian dari umat manusia (dan kemanusiaan) secara universal. Maka dari itu, HMI dalam peran perjuangannya, turut serta dalam mengupayakan tatanan dunia yang adil dan bermartabat. Dalam beberapa kesempatan, HMI menggalang kekuatan-kekuatan kaum muda di dunia untuk melakukan pembelaan terhadap masyarakat di negeri yang tengah dirundung prahara politik dan ekonomi. HMI mengusahakan pula pertemuan-pertemuan internasional antar pemuda/mahasiswa untuk saling berbagi informasi dan merapatkan barisan menentang kekuatan zalim yang berusaha menguasai tata internasional.


Penguatan Perkaderan dan Organisasional HMI
Pasca gerakan reformasi, HMI memang kelihatan lebih cenderung melakukan penguatan ke luar. Hal tersebut berbeda dengan HMI sebelum meletusnya reformasi 1998. Penguatan ke luar tersebut tentulah bukan suatu masalah. Bahkan merupakan suatu kemestian yang perlu ditanggapi dan diapresiasi secara lebih jauh oleh warga HMI. Namun demikian, penguatan ke luar tersebut hendaknya tidak membuat warga HMI mengurangi perhatiannya pada usaha-usaha perkaderan dan penguatan organisasional.

Dalam konstitusi kelembagaannya, HMI telah menegaskan diri sebagai organisasi perkaderan dan pejuangan sebagai identitas hakikinya. Kedua identitas tersebut merupakan suatu kesatuan utuh yang tak boleh dipisahkan satu sama lain. Dalam konteks perjuangan, komitmen dan konsistensi HMI tidak mungkin diragukan lagi, sebab sudah dicatat baik-baik oleh sejarah. Namun demikian, peran-peran perkaderan dan organisasional HMI, nampaknya tidak begitu menunjukkan perkembangan yang signifikan dewasa ini. HMI memang telah mengalami peningkatan jumlah cabang dan Badko, namun di sisi lain, jumlah dan kualitas kader di cabang-cabang utama, justru menunjukkan gejala yang mencemaskan. Di sinilah pentingnya HMI kembali memikirkan persoalan-persoalan internalnya (perkaderan dan organisasi).

Penguatan HMI semata-mata ke luar, akan sangat berbahaya apabila HMI tidak lagi ditopang oleh kader-kadernya yang berkualitas ulul albab. Jika perkaderan-perkaderan HMI diselenggarakan secara instan dan tidak sungguh-sungguh, maka yang akan lahir adalah kader-kader prematur yang berwatak bengkok dan bermental rapuh. Kader-kader semacam ini tentu tidak bisa diajak untuk berbicara soal perjuangan dan idealisme. Jika kader-kader yang dihasilkan oleh HMI hanya mereka yang sekadar (mau) tahu soal perpolitikan belaka, maka sudah tentu kader semacam ini sulit diajak untuk berpikir mengenai peradaban (masyarakat tamaddun). Jika kader yang dihasilkan HMI hanyalah mereka yang mencari jalan untuk hidup senang dan mewah-mewahan, maka kader semacam ini akan sukar untuk diajak memiliki kepekaan atas penderitaan rakyat yang miskin, lapar, lemah, dan terpinggirkan (mustadh’afien).

Kongres HMI ke-28 merupakan wadah dimana aktivis-aktivis HMI dari seluruh Indonesia membicarakan segala macam persoalan yang dihadapi oleh HMI, terkait dengan sekelilingnya dan dirinya sendiri. Kongres HMI ke-28 nantinya akan merumuskan dan mengambil kebijakan-kebijakan strategis organisasi. Maka dari itu, dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT, HMI menyelenggarakan Kongres ke-28 dalam rangka menata organisasi, serta melakukan refleksi kritis terhadap realita tata masyarakat, dunia, dan kehidupan.
Note: PB HMI membuka diskusi terkait dengan ToR  ini, bagi yang tertarik untuk menanggapi, silahkan bisa via email: sekretariat@pbhmi.net dan di cc ke email sekjend PB HMI Alto Makmuralto: altomakmuralto@yahoo.co.id