Header Halaman Destop

Banner Iklan Sariksa

Senin, 10 Januari 2011
HMIPEKANBARU - Revrisond Baswir, dosen FE-UGM dan Pegiat Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia (AEPI), mengatakan, dalam perspektif ekonomi kerakyatan versus neoliberalisme, prospek ekonomi Indonesia pada 2011 cenderung memburuk. Penjelasannya sangat sederhana. Walau pun pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi 2011 sebesar 6,3 persen, namun pelaksanaan agenda-agenda ekonomi jalan tengah pada 2011 akan mengungkapkan jati diri kebijakan ekonomi itu secara lebih jelas. ”Artinya, jika tahun ini pemerintah masih sibuk mengkonsolidasi kebijakan, maka intensitas pelaksanaan kebijakan ekonomi jalan tengah pada 2011 akan cenderung meningkat,” ujar ekonom itu.
Menurutnya, indikasi hal itu dapat disimak pada mencuatnya dua agenda penting ekonomi jalan tengah berikut. Agenda pertama berkaitan dengan pemangkasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebagaimana diwacanakan pemerintah, terhitung awal Januari 2011, konsumsi BBM bersubsidi di wilayah Jabodetabek akan dibatasi hanya untuk kendaraan umum dan kendaran roda dua. Walau pun pemerintah membungkus agenda itu dengan menyebutnya sebagai pengaturan konsumsi BBM, namun sasaran akhirnya tidak mungkin dapat dilepaskan dari pelaksanaan liberalisasi sektor migas.
Agenda kedua berkaitan dengan pelaksanaan privatisasi BUMN. Walau pun privatisasi PT Krakatau Steel beberapa waktu lalu sempat diterpa oleh rumor pat gulipat penentuan harga dan penjatahan saham, namun pemerintah tetap bertekad untuk melanjutkan pelaksanaan agenda “rampokisasi” BUMN itu. Sebagaimana tercantum di APBN, target netto privatisasi BUMN 2011 mencapai Rp340 milyar. Beberapa BUMN yang akan dilepas sahamnya pada 2011 adalah PT. Garuda Indonesia, PT. Jasindo, serta PT. Pelindo I dan II.
Mencermati semangat pemerintah dalam melaksanakan kedua agenda ekonomi yang bernuansa neoliberal tersebut, terus terang saya tidak hanya meragukan prospek ekonomi Indonesia 2011. ”Lebih dari itu, saya juga mempertanyakan watak yang sesungguhnya dari ekonomi jalan tengah. Jangan-jangan ekonomi jalan tengah hanyalah nama lain dari ekonomi jalan setengah-setengah,”kata Revrisond Baswir.