Ketum PBNU: NU Terus Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Peradaban Dunia

Header Halaman Destop

Banner Iklan Sariksa

Ketum PBNU: NU Terus Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Peradaban Dunia

Selasa, 02 Februari 2021
Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj


PKBRIAU.ID, Jakarta Nahdlatul Ulama (NU) hari ini, Minggu, 31 Januari 2021 tepat menginjak usia ke 95 tahun dalam perhitungan masehi. Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj menyatakan, NU berkomitmen mengawal terus tegaknya konsensus dasar ini sebagai basis penyelenggaraan kehidupan sosial kebangsaan.


Menurut Kiai Said, di tengah ancaman krisis kesehatan dan krisis ekonomi, nasionalisme religius adalah jangkar untuk mengatasi berbagai potensi disintegrasi akibat SARA dan kesenjangan ekonomi.

“Seluruh komponen bangsa diharapkan gotong royong mengatasi pandemi, bahu-membahu menyokong kaum miskin dan papa yang paling terdampak secara ekonomi, dan berhenti mengoyak persatuan dengan narasi kebencian, hoaks, fitnah, dan insinuasi,” kata Kiai Said dalam keterangannya, Minggu, 31 Januari 2021.


Kiai Said juga berharap Nahdliyyin dan seluruh lapisan masyarakat bijak dengan menggunakan media sosial sebagai instrumen merajut silaturahim, menganyam persatuan, dan alat menyebarkan kebaikan dengan ilmu dan informasi yang bermanfaat.


“Saring sebelum sharing, posting yang penting jangan yang penting posting. Ranah digital harus menjadi panggung dakwah bil hikmah wal mauidhatil hasanah. Tidak ada artinya konten-konten digital yang diproduksi kecuali dalam rangka mengajak kebaikan dan rekonsiliasi,” ungkapnya.

Bangkitnya gairah terhadap agama harus dikawal dengan ilmu agama yang memadai. Dakwah harus diorientasikan pada pendalaman ilmiah atau tafaqquh fid dîn. Semangat tafaqquh inilah yang dulu mengantarkan Islam di era keemasan sebagai mercusuar ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang abad ke-7-13 M.


Kiai Said menambahkan, Islam menyumbang dunia dengan bintang-bintang cemerlang bukan hanya dalam ilmu-ilmu agama, tetapi filsafat, kedokteran, kimia, matematika, musik, sejarah dan astronomi.


Karena itu, Kiai Said berharap dakwah Islam harus dibimbing ke arah tafaqquh, agar Islam tidak berhenti sebagai jargon, sentimen, dan fatwa-fatwa hitam putih. Islam adalah agama dan peradaban. Islam bukan sekadar hukum dan aturan, tetapi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.  

Jelang satu abad, Kiai Said menambahkan, NU akan terus berkhidmat untuk agama, negara, dan peradaban dunia dengan konsep Islam mutamaddin yaitu Islam moderat yang mengusung prinsip wasathiyah dîniyah, wasathiyah siyâsiyah, wasathiyah iqtishâdiyah, dan wasathiyah tsaqafiyah.


Sikap moderasi dalam agama, politik, ekonomi, dan budaya adalah kunci perpaduan serasi antara Islam dan nasionalisme, demokrasi dan pembangunan ekonomi, agama dan budaya, dan dialog Timur dan Barat. “Islam harus menjadi tandem bagi nasionalisme dalam mendorong demokrasi sekaligus kemajuan ekonomi, pembangunan sekaligus pemerataan, keadilan hukum sekaligus keluhuran akhlak, dan patriotisme sekaligus humanisme,” katanya.


“Dengan konsep trilogi ukhuwwah yaitu persaudaraan keislaman (ukhuwwah Islâmiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariah/insâniyah), NU akan terus mendorong Islam yang maju, bangsa yang unggul, dan dunia yang aman untuk semua orang,” imbuhnya.


Harlah NU pada 2021 M/1442 H jatuh di tahun yang berat ketika semua bangsa tengah bergelut melawan pandemi Covid-19. Ini diperberat dengan aneka bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Air, mulai dari gempa bumi di Sulawesi Barat, longsor di Jawa Barat, banjir di Kalimantan Selatan, hingga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu.


Aneka bencana alam dan non-alam ini harus menjadi titik tolak bagi kaum beriman untuk taubat dan mendekatkan diri kepada Allah, termasuk memperbaiki kebijakan publik yang merusak keseimbangan alam. Keseimbangan ekosistem harus dijaga dari sistem yang menghalalkan kerakusan ekonomi.


“Ekonomi harus dibangun berdasarkan prinsip wasathiyah, di antara orientasi pertumbuhan dan pemerataan, di antara sektor padat modal dan padat karya, di antara eksploitasi sumber daya alam dan ekonomi berbasis pengetahuan,” tukas Kiai Said.***